Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Allah Maha Pemaaf Dan Pengampun

Daripada Anas bin Malik Radhiallahu 'anhu telah berkata : Aku mendengar Rassulullah S.A.W bersabda : Sesungguhnya Allah berfirman (maksud) : Wahai anak Adam! Apabila engkau memohon dan mengharapkan pertolonganKu maka Aku akan mengampunimu dan Aku tidak menganggap bahawa ia suatu yang bebanan. Wahai anak Adam! Sekalipun dosa kamu seperti awan meliputi langit kemudian kamu memohon keampunanKu, nescaya Aku akan mengampuninya. Wahai anak Adam! Jika kamu menemuiku(selepas mati) dengan kesalahan sebesar bumi, kemudiannya kamu menemuiKu dalam keadaan tidak syirik kepadaKu dengan sesuatu nescaya Aku akan datang kepadamu dengan pengampunan terhadap dosa sebesar bumi itu.

- Riwayat imam Tarmizi dan kata beliau ia adalah hadis Hasan Sohih -


Sabtu, 29 Agustus 2009

Orang-orang yang dido'akan malaikat

Ternyata, jalan paling banyak untuk mendapatkan doa para malaikat itu ada dalam kegiatan sholat. Hal ini, bisa dimaklumi sebab sholat adalah amal yang paling pol. Dia yang membedakan islam dan kafir. Sholat merupakan amalan pertama yang ditanyakan nanti di hari kiamat. Dan di dalam sholat itulah sebenarnya yang banyak menyibukkan mu’min semua. Jadi sudah sepantasnya kalau di dalamnya terdapat fadhilah – fadhilah yang pol. Sholat adalah tiang agama. Kalau sholatnya asal-asalan , maka yang lain pasti lebih amburadul. Tinggal mana dari jalan – jalan itu yang bisa kita raih. Mari kita simak satu per satu.

1. Orang yang sedang duduk menunggu waktu shalat. Rasulullah SAW bersabda, “Tidaklah salah seorang diantara kalian yang duduk menunggu shalat, selama ia berada dalam keadaan suci, kecuali para malaikat akan mendoakannya ‘Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah sayangilah ia’” (Imam Muslim meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Muslim no. 469). Ini berlaku ketika menunggu dilaksanakannya sholat berjamaah. Habis adzan, sholat – sholat sunnah kemudian qomat dan ditegakkan sholat berjamaah. Kuncinya habis adzan segeralah datang ke masjid.

2. Orang yang duduk di tempat shalatnya setelah melakukan shalat. Rasulullah SAW bersabda, “ Para malaikat akan selalu bershalawat (berdoa) kepada salah satu diantara kalian selama ia ada di dalam tempat shalat dimana ia melakukan shalat, selama ia belum batal wudhunya, (para malaikat) berkata, ‘Ya Allah ampunilah dan sayangilah ia (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah, Al Musnad no. 8106, Syaikh Ahmad Syakir menshahihkan hadits ini) Nah, hadist ini berlaku setelah selesai sholat berjamaah, namun diteruskan dengan menunggu sholat jamaah berikutnya. Biasanya yang paling gampang habis sholat jamaah maghrib, diteruskan menunggu sholat jamaah isyaa. Kuncinya habis sholat terus diam dan bersiap untuk sholat berikutnya.

3. Orang - orang yang berada di shaf barisan depan di dalam shalat berjamaah. Beruntunglah masjid yang shof pertamanya panjang, sebab tak perlu berebut. Tetapi pemandangan saat ini rasanya kurang mengenakkan, sebab masih banyak yang ogah – ogahan berada di shof awal. Malah menghindar, Gak tahu tuh, kenapa ya? Barangkali supaya ngga repot ingin buru2 bubar setelah menjalankan shalatnya.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang) yang berada pada shaf - shaf terdepan” (Imam Ahmad dari Nu’man bin Basyir ra., derajat hadist hasan.) Dari Abu Umamah ra. Berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang) yang berada pada shaf - shaf pertama.” Mereka berkata, “Ya Rasululloh, juga untuk shaf kedua?” Rasululloh menjawab, “ “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya bershalawat kepada (orang - orang) yang berada pada shaf - shaf pertama.” Mereka berkata, “Ya Rasululloh, juga untuk shaf kedua?” Rasululloh menjawab, “Dan untuk shaf yang kedua. ” (Rowahu Ahmad dan at-Thabrani)

4. Orang - orang yang menyambung shaf pada sholat berjamaah (tidak membiarkan sebuah kekosongan di dalam shaf). Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah dan para malaikat selalu bershalawat kepada orang - orang yang menyambung shaf - shaf ” (Para Imam yaitu Ahmad, Ibnu Majah, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban dan Al Hakim meriwayatkan dari Aisyah ra., hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib I/272)

5. Para malaikat mengucapkan ‘Amin’ ketika seorang Imam selesai membaca Al Fatihah. Rasulullah SAW bersabda, “Jika seorang Imam membaca ‘ghairil maghdhuubi ‘alaihim waladh dhaalin’, maka ucapkanlah oleh kalian ‘aamiin’, karena barangsiapa ucapannya itu bertepatan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosanya yang masa lalu ”. (Imam Bukhari meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Shahih Bukhari no. 782)

6. Orang yang membaca doa berdiri dari ruku’ (I’tidal) dalam sholat berjamaah setelah imam berkata Samiallahu liman hamidahu. Dari Abu Huroiroh r.a., dia berkata Rasulullah SAW bersabda, “Apabila imam berkata sami’alloohu liman hamidahu, ucapkanlah alloohumma lakal hamd, karena barangsiapa yang ucapannya bersamaan dengan ucapan malaikat, akan diampuni dosa – dosanya yang telah lalu.” (Rowahu Bukhori (2:225 – 226), Muslim (2:17) Abu Dawud (1:135), An- Nasa’I (1:162), At-Tirmidzi (2:55)).

7. Orang - orang yang melakukan shalat shubuh dan ‘ashar secara berjama’ah. Rasulullah SAW bersabda, “ Para malaikat berkumpul pada saat shalat shubuh lalu para malaikat (yang menyertai hamba) pada malam hari (yang sudah bertugas malam hari hingga shubuh) naik (ke langit), dan malaikat pada siang hari tetap tinggal. Kemudian mereka berkumpul lagi pada waktu shalat ‘ashar dan malaikat yang ditugaskan pada siang hari (hingga shalat ‘ashar) naik (ke langit) sedangkan malaikat yang bertugas pada malam hari tetap tinggal, lalu Allah bertanya kepada mereka, ‘Bagaimana kalian meninggalkan hambaku?’, mereka menjawab, ‘Kami datang sedangkan mereka sedang melakukan shalat dan kami tinggalkan mereka sedangkan mereka sedang melakukan shalat, maka ampunilah mereka pada hari kiamat’” (Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu Hurairah ra., Al Musnad no. 9140, hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Ahmad Syakir) Point 7 memang tidak spesifik. Artinya tidak menyebutkan doa malaikat, tetapi hanya penyaksian saja.

Copied From destinationheavenindonesia.blogspot.com

Selasa, 09 Juni 2009

Andaikata...

Seperti yang telah biasa dilakukannya ketika salah satu sahabatnya meninggal dunia Rosulullah mengantar jenazahnya sampai ke kuburan. Dan pada saat pulangnya disempatkannya singgah untuk menghibur dan menenangkan keluarga almarhum supaya tetap bersabar dan tawakal menerima musibah itu.Kemudian Rosulullah berkata, "Tidakkah almarhum mengucapkan wasiat sebelum wafatnya?"
Istrinya menjawab, "Saya mendengar dia mengatakan sesuatu diantara dengkur nafasnya yang tersengal-sengal menjelang ajal"

"Apa yang di katakannya?"

"saya tidak tahu, ya Rosulullah, apakah ucapannya itu sekedar rintihan sebelum mati, ataukah pekikan pedih karena dasyatnya sakaratul maut. Cuma, ucapannya memang sulit dipahami lantaran merupakan kalimat yang terpotong-potong."

"Bagaimana bunyinya?" desak Rosulullah.

Istri yang setia itu menjawab,"suami saya mengatakan "Andaikata lebih panjang lagi....andaikata yang masih baru....andaikata semuanya...." hanya itulah yang tertangkap sehingga kami bingung dibuatnya. Apakah perkataan-perkataan itu igauan dalam keadaan tidak sadar,ataukah pesan-pesan yang tidak selesai?"

Rosulullah tersenyum."sungguh yang diucapkan suamimu itu tidak keliru," ujarnya.

"Kisahnya begini. pada suatu hari ia sedang bergegas akan ke masjid untuk melaksanakan shalat jum'at. Ditengah jalan ia berjumpa dengan orang buta yang bertujuan sama. Si buta itu tersaruk-saruk karena tidak ada yang menuntun. Maka suamimu yang membimbingnya hingga tiba di masjid. Tatkala hendak menghembuskan nafas penghabisan, ia menyaksikan pahala amal sholehnya itu, lalu iapun berkata "andaikan lebih panjang lagi". Maksudnya, andaikata jalan ke masjid itu lebih panjang lagi, pasti pahalanyalebih besar pula."

Ucapan lainnya ya Rosulullah? "tanya sang istri mulai tertarik.

Nabi menjawab, "adapun ucapannya yang kedua dikatakannya tatkala, ia melihat hasil perbuatannya yang lain. Sebab pada hari berikutnya, waktu ia pergi ke masjid pagi-pagi, sedangkan cuaca dingin sekali, di tepi jalan ia melihat seorang lelaki tua yang tengah duduk menggigil, hampir mati kedinginan. Kebetulan suamimu membawa sebuah mantel baru, selain yang dipakainya. Maka ia mencopot mantelnya yang lama, diberikannya kepada lelaki tersebut. Dan mantelnya yang baru lalu dikenakannya. Menjelang saat-saat terakhirnya, suamimu melihat balasan amal kebajikannya itu sehingga ia pun menyesal dan berkata, "Coba andaikan yang masih yang kuberikan kepadanya dan bukan mantelku yang lama, pasti pahalaku jauh lebih besar lagi". Itulah yang dikatakan suamimu selengkapnya."

Kemudian, ucapannya yang ketiga, apa maksudnya, ya Rosulullah?" tanya sang istri makin ingin tahu.

Dengan sabar Nabi menjelaskan, "ingatkah kamu pada suatu ketika suamimu datang dalam keadaan sangat lapar dan meminta disediakan makanan? Engkau menghidangkan sepotong roti yang telah dicampur dengan daging. Namun, tatkala hendak dimakannya, tiba-tiba seorang musyafir mengetuk pintu dan meminta makanan. Suamimu lantas membagi rotinya menjadi dua potong, yang sebelah diberikan kepada musyafir itu. Dengan demikian, pada waktu suamimu akan nazak, ia menyaksikan betapa besarnya pahala dari amalannya itu. Karenanya, ia pun menyesal dan berkata "kalau aku tahu begini hasilnya, musyafir itu tidak hanya kuberi separoh. Sebab andaikata semuanya kuberikan kepadanya, sudah pasti ganjaranku akan berlipat ganda."

Memang begitulah keadilan Tuhan. Pada hakekatnya, apabila kita berbuat baik, sebetulnya kita juga yang beruntung, bukan orang lain. Lantaran segala tindak-tanduk kita tidak lepas dari penilaian Allah. Sama halnya jika kita berbuat buruk. Akibatnya juga akan menimpa kita sendiri.Karena itu Allah mengingatkan:
"kalau kamu berbuat baik, sebetulnya kamu berbuat baik untuk dirimu. Dan jika kamu berbuat buruk, berarti kamu telah berbuat buruk atas dirimu pula." (surat Al Isra':7)




sumber : Kisah-kisah Islam.hlp by Heksa

Ayat Kursi Sebelum Tidur...

Abu Hurairah r.a. pernah ditugaskan oleh Rasulullah S.A.W untuk menjaga gudang zakat di bulan Ramadhan. Tiba-tiba muncullah seseorang, lalu mencuri segenggam makanan. Namun kepintaran Hurairah memang patut dipuji, kemudian pencuri itu kemudian berhasil ditangkapnya.

"Akan aku adukan kamu kepada Rasulullah S.A.W," gertak Abu Hurairah.

Bukan main takutnya pencuri itu mendengar ancaman Abu Hurairah, hingga kemudian ia pun merengek-rengek : "Saya ini orang miskin, keluarga tanggungan saya banyak, sementara saya sangat memerlukan makanan."

Maka pencuri itu pun dilepaskan. Bukankah zakat itu pada akhirnya akan diberikan kepada fakir miskin? Hanya saja, cara memang keliru. Mestinya jangan keliru.

Keesokan harinya, Abu Hurairah melaporkan kepada Rasulullah S.A.W. Maka bertanyalah beliau : "Apa yang dilakukan kepada tawananmu semalam, ya Abu Hurairah?"

Ia mengeluh, "Ya Rasulullah, bahwa ia orang miskin, keluarganya banyak dan sangat memerlukan makanan," jawab Abu Hurairah. Lalu diterangkan pula olehnya, bahwa ia kasihan kepada pencuri itu, lalu dilepaskannya.

"Bohong dia," kata Nabi : "Pada hala nanti malam ia akan datang lagi."

Kerana Rasulullah S.A.W berkata begitu, maka penjagaannya diperketat, dan kewaspadaan pun ditingkatkan. Dan benar juga, pencuri itu kembali lagi, lalu mengambil makanan seperti kemarin. Dan kali ini ia pun tertangkap.

"Akan aku adukan kamu kepada Rasulullah S.A.W," ancam Abu Hurairah, sama seperti kemarin.

Dan pencuri itu pun sekali lagi meminta ampun "Saya orang miskin, keluarga saya banyak. Saya berjanji esok tidak akan kembali lagi."

Kasihan juga rupanya Abu Hurairah mendengar keluhan orang itu, dan kali ini pun ia kembali dilepaskan.

Pada paginya, kejadian itu dilaporkan kepada Rasulullah S.A.W, dan beliau pun bertanya seperti kelmarin. Dan setelah mendapat jawapan yang sama, sekali lagi Rasulullah menegaskan : "Pencuri itu bohong, dan nanti malam ia akan kembali lagi."

Malam itu Abu Hurairah berjaga-jaga dengan kewaspadaan dan kepintaran penuh. Mata, telinga dan perasaannya dipasang baik-baik. Diperhatikannya dengan teliti setiap gerak-geri disekelilingnya sudah dua kali ia dibohongi oleh pencuri. Jika pencuri itu benar-benar datang seperti diperkatakan oleh Rasulullah dan ia berhasil menangkapnya, ia telah bertekad tidak akan melepaskannya sekali lagi. Hatinya sudah tidak sabar lagi menunggu-nunggu datangnya pencuri jahanam itu. Ia kesal. Kenapa pencuri kemarin itu dilepaskan begitu saja sebelum diseret ke hadapan Rasulullah S.A.W ? Kenapa mahu saja ia ditipu olehnya ? "Awas!" katanya dalam hati. "Kali ini tidak akan kuberikan ampun."

Malam semakin larut, jalanan sudah sepi, ketika tiba-tiba muncul sesosok bayangan yang datang menghampiri longgokan makanan yang dia jaga. "Nah, benar juga, ia datang lagi," katanya dalam hati. Dan tidak lama kemudian pencuri itu telah bertekuk lutut di hadapannya dengan wajah ketakutan. Diperhatikannya benar-benar wajah pencuri itu. Ada semacam kepura-puraan pada gerak-geriknya.

"Kali ini kau pastinya kuadukan kepada Rasulullah. Sudah dua kali kau berjanji tidak akan datang lagi ke mari, tapi ternyata kau kembali juga.

"Lepaskan saya" pencuri itu memohon.

Tapi, dari tangan Abu Hurairah yang menggenggam erat-erat dapat difahami, bahwa kali ini ia tidak akan dilepaskan lagi. Maka dengan rasa putus asa ahirnya pencuri itu berkata : "Lepaskan saya, akan saya ajari tuan beberapa kalimat yang sangat berguna."

"Kalimat-kalimat apakah itu?" Tanya Abu Hurairah dengan rasa ingin tahu. "Bila tuan hendak tidur, bacalah ayat Kursi : Allaahu laa Ilaaha illaa Huwal-Hayyul Qayyuuumu….. Dan seterusnya sampai akhir ayat. Maka tuan akan selalu dipelihara oleh Allah, dan tidak akan ada syaitan yang berani mendekati tuan sampai pagi."

Maka pencuri itu pun dilepaskan oleh Abu Hurairah. Agaknya naluri keilmuannya lebih menguasai jiwanya sebagai penjaga gudang.

Dan keesokan harinya, ia kembali menghadap Rasulullah S.A.W untuk melaporkan pengalamannya yang luar biasa tadi malam. Ada seorang pencuri yang mengajarinya kegunaan ayat Kursi.

"Apa yang dilakukan oleh tawananmu semalam?" tanya Rasul sebelum Abu Hurairah sempat menceritakan segalanya.

"Ia mengajariku beberapa kalimat yang katanya sangat berguna, lalu ia saya lepaskan," jawab Abu Hurairah.

"Kalimat apakah itu?" tanya Nabi.

Katanya "Kalau kamu tidur, bacalah ayat Kursi : Allaahu laa Ilaaha illaa Huwal-Hayyul Qayyuuumu….. Dan seterusnya sampai akhir ayat. Jika engkau membaca itu, maka engkau akan selalu dijaga oleh Allah, dan tidak akan didekati syaitan hingga pagi hari."

Menanggapi cerita Abu Hurairah, Nabi S.A.W berkata, "Pencuri itu telah berkata benar, sekalipun sebenarnya ia tetap pendusta." Kemudian Nabi S.A.W bertanya pula : "Tahukah kamu, siapa sebenarnya pencuri yang ertemu denganmu tiap malam itu?"

"Entahlah." Jawab Abu Hurairah.

"Itulah syaitan."



sumber : 1001 KisahTeladan.hlp by Heksa

Senin, 18 Mei 2009

Humor Rasulullah

Dikisahkan dalam sebuah riwayat, ada seorang laki-laki meminta pada Rasulullah agar membawanya di atas kendaraan. Kemudian, Rasulullah berkata, ''Aku akan membawamu di atas anak unta.'' Orang tadi bingung karena ia hanya melihat seekor unta dewasa, bukan anak unta. Kemudian, Rasulullah berkata, ''Bukankah yang melahirkan anak unta itu seekor unta juga?'' (HR Abu Dawud dan Tirmidzi).

Humor atau bercanda adalah bumbu komunikasi yang tak pernah lepas dalam pergaulan sehari-hari, saking akrabnya hal tersebut sudah menjadi profesi seseorang. Di samping dapat menghibur, mencairkan suasana, menghilangkan ketegangan, dan meredakan amarah, tak jarang di dalam kelakar muncul benih persahabatan dan persaudaraan.
Pernah suatu ketika Sufyan bin Uyainah ditanya apakah canda itu termasuk perbuatan tercela? Ia menjawab tidak, ''Bahkan, termasuk sunah bagi yang dapat mengondisikannya sesuai dengan aturan.''
Dalam Alquran surat Annajm [53] ayat 43, dijelaskan bahwasanya tertawa dan menangis adalah fitrah yang Allah SWT anugerahkan pada manusia. Rasulullah SAW pun meyebutkan bahwa membuat orang lain senang dapat disebut sebagai kebajikan, ''Senyummu untuk saudaramu adalah kebajikan (sedekah).'' (HR Imam Ahmad).

Untuk menciptakan suasana humoris hendaknya seseorang menjauhi perbuatan yang tidak terpuji layaknya bicara kotor, dusta, mengolok-ngolok, dan merendahkan sesama hanya demi mendapatkan tawa dari orang lain. Nabi SAW bersabda, ''Celakalah orang yang berbicara lalu mengarang cerita dusta agar orang lain tertawa.'' (HR Abu Dawud).
Selain perbuatan tersebut mengandung cela dan dosa, Rasulullah sendiri tidak pernah berkelakar dengan para sahabat, kecuali di dalamnya mengandung kebenaran dan fakta. Hal tersebut dapat kita jumpai dalam hadis Abu Hurairah RA bahwa para sahabat bertanya, ''Wahai Rasulullah, sesungguhnya engkau telah mencandai kami.'' Rasulullah SAW menjawab, ''Sesungguhnya tidaklah aku berbicara, kecuali yang benar.'' (HR Tirmidzi).

Selain hadis di atas, ada satu contoh kelakar Rasulullah yang sangat terkenal, yaitu ketika Rasulullah SAW kedatangan nenek tua yang bertanya, ''Apakah kelak ia akan masuk surga?'' Nabi pun menjawab, ''Tidak akan ada nenek-nenek di surga.''
Mendengar jawaban itu, spontan sang nenek menangis, lalu Rasulullah berkata kepadanya bahwa kelak tidak ada nenek-nenek karena semua ahli surga akan kembali belia.
Demikianlah canda Rasulullah.
(Copied From www.escampur-nasirames.blogspot.com)

Mengapa Rasulullah dirindukan dan dicintai?

Rasulullah itu adalah orang yang sangat dicintai oleh para sahabatnya, umumnya para sahabat mencintai Rasulullah Saw, walau ada sebagian sahabat yang diam-diam membenci Rasulullah. Tetapi mayoritas sahabat itu sangat mencintai Rasulullah Saw.

Pernah suatu malam Rasulullah mendengar suara beberapa orang di luar kamarnya, Rasulullah menegur: “Kenapa kalian berkumpul di sini?” lalu mereka menjawab: “Ya Rasulullah, kami tidak bisa tidur khawatir ketika kami tidur nanti, orang-orang kafir datang dan membunuhmu.” Mereka sukarela menjadi satpam Rasulullah Saw, datang sendiri, tidak dibayar. Tetapi Rasulullah Saw mengatakan, “Tidak, Allah melindungi aku, pulanglah kamu ke tempat kamu masing-masing.”

Ada seorang pedagang minyak wangi, di Madinah. Setiap kali pergi ke pasar, dia singgah dulu ke rumah Rasulullah Saw, dia tunggu sampai Rasulullah keluar. Setelah Rasulullah keluar, dia hanya mengucapkan salam lalu memandang Rasulullah saja, setelah puas dia pergi. Suatu saat setelah dia ketemu Rasululllah dia pergi, lalu tak lama kemudian balik lagi dari pasar dan dia datang kepada Rasulullah Saw dan meminta izin, “Saya ingin melihat engkau ya Rasulullah, karena saya takut tidak bisa melihat engkau setelah ini.” Dan Rasulullah mengizinkannya.

Kemudian, setelah kejadian itu Rasulullah tidak pernah melihat lagi tukang minyak wangi itu. Disuruhnya sahabatnya pergi melihat, ternyata ia sudah meninggal dunia tidak lama setelah dia pergi dari pasan dan memandang wajah Rasulullah Saw itu. Lalu kata Rasulullah Saw: “Kecintaannya kepadaku akan menyelamatkan dia di hari akhirat.”

Ada lagi seorang sahabat Rasulullah bernama Abu Ayyub Al-Anshari. Ketika Rasulullah hijrah ke Madinah, beliau beristirahat dahulu di pinggiran kota menginap di rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Rumahnya itu dua tingkat, Abu Ayyub dan istrinya di tingkat atas dan Rasulullah Saw di bawah. Pada malam hari Abu Ayub dan istrinya tidak bisa tidur karena mereka takut menggerakkan tubuhnya, semua terbujur seperti sebongkah kayu menahan dirinya untuk tidak bergerak. Mereka takut kalau bergerak, nanti debu-debu dari atas itu berjatuhan kepada Rasulullah. Setelah Rasulullah mengetahui hal itu, beliau sangat terharu lalu kepada Abu Ayub diajarkan sebuah doa sebagai penghargaan beliau atas cinta yang tulus dari Abu Ayub.

Dalam perang Uhud, ketika kaki Rasulullah terluka, ada seorang sahabat melihatnya lalu mengejar Rasulullah. Dia pegang kaki itu lalu dia bersihkan luka itu dengan jilatannya. Rasulullah kaget lalu berkata, “Lepaskan! Lepaskan!” Sahabat itu berkata: “Tidak Ya Rasulullah, aku tidak akan melepaskannya sampai luka ini kering!”

Ada lagi seorang sahabat, yang setelah Rasulullah meninggal dunia, membanggakan mulutnya yang tidak ada gigi lagi. Saat perang Uhud itu juga, Rasulullah cedera karena rantai pelindung kepalanya menusuk pipinya. Lalu seorang sahabat menarik rantai itu dengan giginya, tapi sebelum rantai itu keluar, seluruh giginya rontok. Dia bangga bahwa giginya itu berjatuhan karena membela Rasulullah yang dicintainya. Sehingga menjadi satu kebahagiaan tersendiri. Ini, sekali lagi masalah cinta, dan cinta itu selalu tidak wajar.

Ada satu contoh lagi kecintaan orang kepada Rasulullah Saw. Menjelang suatu peperangan, Rasulullah sedang membariskan pasukannya karena Rasulullah selalu merapikan barisan pasukannya. Ternyata ada seorang sahabat, mungkin karena perutnya terlalu besar, selalu perutnya itu berada di luar barisan. Kemudian Rasulullah lewat dan memukul perutnya itu agar dirapikan dengan barisan. Lalu sahabat itu memandang Rasulullah dan berkata: “Engkau diutus untuk menjadi rahmat bagi seluruh alam, kenapa kau sakiti perutku?” Lalu Rasulullah turun dari kudanya, dan menyerahkan alat pemukul itu, lalu berseru: “Pukullah aku! Sebagai qishas atas kesalahanku.” Kemudian orang itu berkata: “Tapi engkau pukul langsung kepada kulit perutku.” Lalu Rasulullah segera membuka pakaiannya, tiba-tiba sahabat itu memeluk Rasulullah dan mencium perutnya. Rasulullah kaget dan berkata: “Ada apa denganmu?” Sahabat itu menjawab: “Ya Rasulullah, genderang perang sudah ditabuh, mungkin ini adalah saat terakhir perjumpaanku denganmu. Saya ingin sebelum meninggal dunia, sempat mencium perutmu yang mulia.”

Dan sahabat itu kemudian gugur di medan perang setelah mencium perut Rasulullah Saw. Rupanya ini hanya strategi dia agar bisa mencium perut Rasulullah Saw. Kelak, setelah Rasulullah meninggal dunia, kecintaan para sahabat itu diungkapkan dengan kerinduan yang luar biasa kepada Rasulullah Saw.

Bilal yang selalu adzan semasa hidup Rasulullah tidak mau beradzan lagi setelah wafat Rasulullah karena Bilal tidak sanggup mengucapkan “Asyhadu anna Muhammad Rasululah” karena ada kata-kata Muhammad di situ. Tapi karena desakan Sayyidah Fatimah yang saat itu rindu mendengar suara adzan Bilal, dan mengingatkan beliau akan ayahnya. Bilal akhirnya dengan berat hati mau beradzan. Saat itu waktu Subuh, dan ketika Bilal sampai pada kalimat Asyhadu anna Muhammad Rasulullah, Bilal tidak sanggup meneruskannya, dia berhenti dan menangis terisak-isak. Dia turun dari mimbar dan minta izin pada Sayyidah Fatimah untuk tidak lagi membaca adzan karena tidak sanggup menyelesaikannya hingga akhir. Ketika Bilal berhenti saat adzan itu, seluruh Madinah berguncang karena tangisan kerinduan akan Rasulullah Saw.

Mengapa Rasulullah dirindukan atau dicintai? Itu bukan hanya karena Allah SWT membuka hati mereka untuk rindu, tetapi karena akhlak Rasulullah yang menarik kecintaan mereka. Dan akhlak itu adalah Sunnah. Sekiranya kita mencontoh akhlak beliau ini, pasti kitapun akan dicintai oleh banyak manusia. Tentu tidak oleh semua manusia, karena Rasulullah juga tidak dicintai oleh sem ua manusia, tidak dicintai oleh semua sahabat dan tidak dicintai oleh semua makhluk. Tapi sekiranya kita mempraktekkan akhlak Rasulullah itu dalam pergaulannya dengan orang banyak, pasti kitapun akan menjadi manusia, yang dicintai oleh kebanyakan umat manusia.

(By : Jalalludin Rakhmat, Copied From http://ressay.wordpress.com)

Jumat, 15 Mei 2009

Hukum Seputar Darah Wanita : Haid

Bolehkah seorang wanita yang sedang haid masuk dan duduk di dalam masjid ?

Sebagian ulama melarang seorang wanita masuk dan duduk di dalam masjid dengan dalil:

لاَأُحِلُّ الْمَسْجِدُ ِلحَائِضٍُ وَلا َجُنُبٍ

“Aku tidak menghalalkan masjid untuk wanita yang haidh dan orang yang junub.” (Diriwayatkan oleh Abu Daud no.232, al Baihaqi II/442-443, dan lain-lain)

Akan tetapi hadits di atas merupakan hadits dho’if (lemah) meski memiliki beberapa syawahid (penguat) namun sanad-sanadnya lemah sehingga tidak bisa menguatkannya dan tidak dapat dijadikan hujjah. Syaikh Albani -rahimahullaah- telah menjelaskan hal tersebut dalam ‘Dho’if Sunan Abi Daud’ no. 32 serta membantah ulama yang menshahihkan hadits tersebut seperti Ibnu Khuzaimah, Ibnu al Qohthon, dan Asy Syaukani. Beliau juga menyebutkan ke-dho’if-an hadits ini dalam Irwa’ul Gholil’ I/201-212 no. 193.

Berikut ini sebagian dalil yang digunakan oleh ulama yang membolehkan seorang wanita haid duduk di masjid (Jami’ Ahkamin Nisa’ I/191-192):
1. Adanya seorang wanita hitam yang tinggal di dalam masjid pada zaman Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Namun tidak ada dalil yang menyatakan bahwa Nabi shallallahu’alaihi wa sallam memerintahkannya untuk meninggalkan masjid ketika ia mengalami haidh.
2. Sabda Nabi shallallahu’alaihi wa sallam kepada ‘Aisyah radhiyallahu’anha, “Lakukanlah apa yang bisa dilakukan oleh orang yang berhaji selain thowaf di Baitullah.” Larangan thowaf ini dikarenakan thowaf di Baitullah termasuk sholat, maka wanita itu hanya dilarang untuk thowaf dan tidak dilarang masuk ke dalam masjid. Apabila orang yang berhaji diperbolehkan masuk masjid, maka hal tersebut juga diperbolehkan bagi seorang wanita yang haidh.

Kesimpulan:
Wanita yang sedang haid diperbolehkan masuk dan duduk di dalam masjid karena tidak ada dalil yang jelas dan shohih yang melarang hal tersebut. Namun, hendaknya wanita tersebut menjaga diri dengan baik sehingga darahnya tidak mengotori masjid.

Bolehkah seorang wanita yang sedang haid membaca Al Qur’an (dengan hafalannya) ?

Sebagian ulama berpendapat bahwa wanita yang haid dilarang untuk membaca Al Qur’an (dengan hafalannya) dengan dalil:

لاَ تَقرَأِ الْحَا ءضُ َوَلاََ الْجُنُبُ شَيْئًا مِنَ الْقُرْانِ

“Orang junub dan wanita haid tidak boleh membaca sedikitpun dari Al Qur’an.” (Diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi I/236; Al Baihaqi I/89 dari Isma’il bin ‘Ayyasi dari Musa bin ‘Uqbah dari Nafi’ dari Ibnu ‘Umar)

Al Baihaqi berkata, “Pada hadits ini perlu diperiksa lagi. Muhammad bin Ismail al Bukhari menurut keterangan yang sampai kepadaku berkata, ‘Sesungguhnya yang meriwayatkan hadits ini adalah Isma’il bin Ayyasi dari Musa bin ‘Uqbah dan aku tidak tahu hadits lain yang diriwayatkan, sedangkan Isma’il adalah munkar haditsnya (apabila) gurunya berasal dari Hijaz dan ‘Iraq’.”

Al ‘Uqaili berkata, “Abdullah bin Ahmad berkata, ‘Ayahku (Imam Ahmad) berkata, ‘Ini hadits bathil. Aku mengingkari hadits ini karena adanya Ismail bin ‘Ayyasi’ yaitu kesalahannya disebabkan oleh Isma’il bin ‘Ayyasi’.”

Syaikh Al Albani berkata, “Hadits ini diriwayatkan dari penduduk Hijaz maka hadits ini dhoif.” (Diringkas dari Larangan-larangan Seputar Wanita Haid dari Irwa’ul Gholil I/206-210)

Kesimpulan dari komentar para imam ahli hadits mengenai hadits di atas adalah sanad hadits tersebut lemah sehingga tidak dapat digunakan sebagai dalil untuk melarang wanita haid membaca Al Qur’an.

Hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu’anha beliau berkata, “Aku datang ke Mekkah sedangkan aku sedang haidh. Aku tidak melakukan thowaf di Baitullah dan (sa’i) antara Shofa dan Marwah. Saya laporkan keadaanku itu kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, maka beliau bersabda, ‘Lakukanlah apa yang biasa dilakukan oleh haji selain thowaf di Baitullah hingga engkau suci’.” (Hadits riwayat Imam Bukhori no. 1650)

Seorang yang melakukan haji diperbolehkan untuk berdzikir dan membaca Al Qur’an. Maka, kedua hal tersebut juga diperbolehkan bagi seorang wanita yang haid karena yang terlarang dilakukan oleh wanita tersebut -berdasar hadits di atas- hanyalah thowaf di Baitullah. (Jami’ Ahkamin Nisa’ I/183)

Kesimpulan:
Wanita yang sedang haid diperbolehkan untuk berdzikir dan membaca Al Qur’an karena tidak ada dalil yang jelas dan shohih dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam yang melarang hal tersebut. Wallahu Ta’ala a’lam.

Bolehkah seorang wanita yang sedang haid menyentuh mushhaf Al Qur’an ?

Telah terjadi perselisihan pendapat di kalangan ulama. Ulama yang melarang hal tersebut berdalil dengan ayat:

لاَّ يَمَسَّةُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ

Artinya:

“Tidak menyentuhnya kecuali hamba-hamba yang disucikan.” (QS. Al Waqi’ah: 79)

يَمُسُّ maksudnya adalah menyentuh mushhaf al Qur’an. المُطَهَّرُونَ maksudnya adalah orang-orang yang bersuci. Oleh karena itu tidak boleh menyentuh mushaf al Qur’an kecuali bagi orang-orang yang telah bersuci dari hadats besar atau kecil.

Mereka juga berdalil dengan hadits Abu Bakar bin Muhammad bin ‘Amr bin Hazm dari bapaknya dari kakeknya bahwasanya Nabi shallallahu’alaihi wa sallam menulis surat kepada penduduk Yaman dan di dalamnya terdapat perkataan:

لاَّ يَمَسُّ الْقُرْاَنَ إِلاَّ طَا هِرٌ

“Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali orang yang suci.” (Hadits Al Atsram dari Daruqutni)

Sanad hadits ini dho’if namun memiliki sanad-sanad lain yang menguatkannya sehingga menjadi shahih li ghairihi (Irwa’ul Ghalil I/158-161, no. 122)

Ulama yang membolehkan wanita haid menyentuh mushhaf Al Qur’an memberikan penjelasan sebagai berikut:

إِنَّهُ لَقُرْءَانٌ كَرِيْمٌ فِي كِتَابٍ مَّكْنُو نٍ لاَّ يَمَسَّهُ إِلاَّ الْمُطَهَّرُونَ تَتِريلٌ مِّن رَّبِّ الْعَا لَمِينَ

Artinya:
“Sesungguhnya Al qur’an ini adalah bacaan yang sangat mulia pada kitab yang terpelihara. Tidak menyentuhya kecuali (hamba-hamba) yang disucikan. Diturunkan oleh Robbul ‘Alamin.” (QS. Al Waqi’ah: 77-80)

Kata ganti ﻪ (-nya pada “Tidak menyentuhnya”) kembali kepada ﻛﺘﺎﺏ ﻣﻜﻨﻮﻥ (Kitab yang terpelihara). Ibnu ‘Abbas, Jabir bin Zaid, dan Abu Nuhaik berkata, “(yaitu) kitab yang ada di langit”.

Adh Dhahhak berkata, “Mereka (orang-orang kafir) menyangka bahwa setan-setanlah yang menurunkan Al Qur’an kepada Muhammad shallallaahu’alaihi wa sallam, maka Allah memberitakan kepada mereka bahwa setan-setan tidak kuasa dan tidak mampu melakukannya.” (Tafsir Ath Thobari XI/659).

Mengenai ﺍﻟﻤُﻄَﻬَّﺮُﻭﻥَ menurut pendapat beberapa ulama, di antaranya:

1. Ibnu ‘Abbas berkata, “Adalah para malaikat. Demikian pula pendapat Anas, Mujahid, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Adh Dhahhak, Abu Sya’tsa’ , Jabir bin Zaid, Abu Nuhaik, As Suddi, ‘Abdurrohman bin Zaid bin Aslam, dan selain mereka.” [Tafsir Ibnu Katsir (Terj.)]
2. Ibnu Zaid berkata, “yaitu para malaikat dan para Nabi. Para utusan (malaikat) yang menurunkan dari sisi Allah disucikan; para nabi disucikan; dan para rasul yang membawanya juga disucikan.” (Tafsir Ath Thobari XI/659)

Imam Asy Syaukani berkata dalam Nailul Author, Kitab Thoharoh, Bab Wajibnya Berwudhu Ketika Hendak Melaksanakan Sholat, Thowaf, dan Menyentuh Mushhaf: “Hamba-hamba yang disucikan adalah hamba yang tidak najis, sedangkan seorang mu’min selamanya bukan orang yang najis berdasarkan hadits:

الْمُؤْمِنُ لاَ يَنْجُسُ

“Orang mu’min itu tidaklah najis.” (Muttafaqun ‘alaih)

Maka tidak sah membawakan arti (hamba) yang disucikan bagi orang yang tidak junub, haid, orang yang berhadats, atau membawa barang najis. Akan tetapi, wajib untuk membawanya kepada arti: Orang yang tidak musyrik sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala yang artinya, “Sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis.” (QS. At Taubah: 28)

Di samping itu lafadz yang digunakan dalam ayat tersebut adalah dalam bentuk isim maf’ul-nya (orang-orang yang disucikan), bukan dalam bentuk isim fa’il (orang-orang yang bersuci). Tentu hal tersebut mengandung makna yang sangat berbeda.

Mengenai hadits “Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali orang yang suci”, Syaikh Nashiruddin Al Albani rahimahullah berkata, “Yang paling dekat -Wallahu a’lam- maksud “orang yang suci” dalam hadits ini adalah orang mu’min baik dalam keadaan berhadats besar, kecil, wanita haid, atau yang di atas badannya terdapat benda najis karena sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam: “Orang mu’min tidakah najis” dan hadits di atas disepakati keshahihannya. Yang dimaksudkan dalam hadits ini (yaitu hadits Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali orang yang suci) bahwasanya beliau melarang memberikan kuasa kepada orang musyrik untuk menyentuhnya, sebagaimana dalam hadits:

نَهَى أَنْ يُسَا فَرَ بِا لْقُرْانِ إِلَى أَرْضِ اْلعَدُو

“Beliau melarang perjalanan dengan membawa Al Qur’an menuju tanah musuh.” (Hadits riwayat Bukhori). (Dinukil dari Larangan-larangan Seputar Wanita Haid dari Tamamul Minnah, hal. 107).

Meski demikian, bagi seseorang yang berhadats kecil sedang ia ingin memegang mushaf untuk membacanya maka lebih baik dia berwudhu terlebih dahulu. Mush’ab bin Sa’ad bin Abi Waqash berkata, “Aku sedang memegang mushhaf di hadapan Sa’ad bin Abi Waqash kemudian aku menggaruk-garuk. Maka Sa’ad berkata, ‘Apakah engkau telah menyentuh kemaluanmu?’ Aku jawab, ‘Ya.’ Dia berkata, ‘Berdiri dan berwudhulah!’ Maka aku pun berdiri dan berwudhu kemudian aku kembali.” (Diriwayatkan oleh Imam Malik dalam Al Muwaththa’ dengan sanad yang shahih)

Ishaq bin Marwazi berkata, “Aku berkata (kepada Imam Ahmad bin Hanbal), ‘Apakah seseorang boleh membaca tanpa berwudhu terlebih dahulu?’ Beliau menjawab, ‘Ya, akan tetapi hendaknya dia tidak membaca pada mushhaf sebelum berwudhu”.

Ishaq bin Rahawaih berkata, “Benar yang beliau katakan, karena terdapat hadits yang dari Nabi shallallahu’alaihi wa sallam. Beliau bersabda, ‘Tidak boleh menyentuh Al Qur’an kecuali orang yang suci’ dan demikian pula yang diperbuat oleh para shahabat Nabi shallallahu’alaihi wa sallam.” (Dari Larangan-larangan Seputar Wanita Haid, dari Irwaul Gholil I/161 dari Masa’il Imam Ahmad hal. 5)

Abu Muhammad bin Hazm dalam Al Muhalla I/77 berkata, “Menyentuh mushhaf dan berdzikir kepada Allah merupakan ibadah yang diperbolehkan untuk dilakukan dan pelakunya diberi pahala. Maka barangsiapa yang melarang dari hal tersebut, maka ia harus mendatangkan dalil.” (Jami’ Ahkamin Nisa’ I/188).

Kesimpulan:
Wanita yang sedang haid diperbolehkan menyentuh mushhaf Al Qur’an karena tidak ada dalil yang jelas dan shohih yang melarang hal tersebut. Wallaahu Ta’ala A’lam.

Rujukan:
1. Larangan-larangan Seputar Wanita Haid, artikel Majalah As Sunnah 01/ IV/ 1420-1999, Abu Sholihah Muslim al Atsari.
2. Jami’ Ahkamin Nisa’, Syaikh Musthofa al ‘Adawi.
3. Tafsir Al Qur’an Al ‘Adziim (Terj. Tafsir Ibnu Katsir Jilid 8), Ibnu Katsir.

www.muslimah.or.id (Penulis: Ummu Hamzah, Muroja’ah: Ustadz Abu ‘Ukkasyah Aris Munandar )

Selasa, 12 Mei 2009

Mewaspadai Lisan

Lisan, bentuknya memang relatif kecil bila dibandingkan dengan anggota tubuh yang lain, namun ternyata memiliki peran yang sangat besar bagi kehidupan manusia. Celaka dan bahagia ternyata tak lepas dari bagaimana manusia memanajemen lidahnya. Bila lidah tak terkendali, dibiarkan berucap sekehendaknya, alamat kesengsaraan akan segera menjelang. Sebaliknya bila ia terkelola dengan baik , hemat dalam berkata, dan memilih perkataan yang baik-baik, maka sebuah alamat akan datangnya banyak kebaikan..

Di saat kita hendak berkata-kata, tentunya kita harus berpikir untuk memilihkan hal-hal yang baik untuk lidah kita. Bila sulit mendapat kata yang indah dan tepat maka ahsan (mendingan) diam. Inilah realisasi dari sabda Rasulullah sholallohu alaihi wasalam

"Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berkata yang baik atau diam ( HR Muslim )

di samping itu kita pun harus paham betul manakah lahan-medan kejelekan sehingga lidah kita tidak keliru memijaknya. Kita harus tahu apakah sebuah hal termasuk dalam bagian dosa bagi lidah kita atau tidak? Bila kita telah tahu , tentunya kita bersegera untuk meninggalkannya.

Diantara medan-medan dosa bagi lidah kita antara lain..

Ghibah
Ghibah bila didefinisikan maka seperti yang diungkapkan oleh Rasulullah sholallohu alaihi wasalam
"Engkau menyebutkan tentang saudaramu, dengan apa-apa yang dia benci" terus bagaimana jika yang kita bicarakan tersebut memang benar-benar ada pada saudara kita? "Jika memang ada padanya apa yang engkau katakan maka engkau telah meng-ghibahinya, dan bila tidak ada padanya maka engkau telah berdusta" (HR. Muslim)

Di dalam Al quran , Allah ta'ala menggambarkan orang yang meng-ghibahi saudaranya seperti orang yang memakan bangkai saudaranya:
"Janganlah kalian saling memata-matai dan jangan mengghibahi antara satu dengan yang lain, sukakah kalian memakan daging saudaranya tentu kalian akan benci" ( Al Hujurat 12)

Tentu sangat menjijikkan makan daging bangkai , semakin menjijkkan lagi apabila yang dimakan adalah daging bangkai manusia , apalagi saudara kita sendiri. Demikianlah ghibah, ia pun sangat menjijkkan sehingga sudah sepantasnya untuk dijauhi dan dan ditinggalkan.

Lebih ngeri bila berbicara tentang ghibah, apabila kita mengetahui balasan yang akan diterima pelakunya. Seperti dikisahkan oleh Rasulullah sholallohu alaihi wasalam di malam mi'rajnya. Beliau menyaksikan suatu kaum yang berkuku tembaga mencakar wajah dan dada mereka sendiri. Rasul pun bertanya tentang keberadaan mereka, maka dijawab bahwa mereka lah orang-orang yang ghibah melanggar kehormatan orang lain.

Namimah
Kalau diartikan ia bermakna memindahkan perkataan dari satu kaum kepada kaum yang lain untuk merusak keduanya. Ringkasnya "adu domba". Sehingga Allah mengkisahkan tentang mereka dalam Al-Qur'an. Mereka yang berjalan dengan namimah , menghasut, dan mengumpat. Di sekitar kita orang yang punya profesi sebagai tukang namimah sangat banyak bergentayangan, dan lebih sering di kenal sebagai provokator-kejelekan. Namimah bukan hal yang kecil , bahkan para ulama mengkatagorikannya di dalam dosa besar . Ancaman Rasulullah bagi tukang namimah


" tidak akan masuk surga orang yang mengadu domba (HR Bukhari)

akibat ghibah ini sangat besar sekali, dengannya terkoyak persahabatan saudara karib dan melepaskan ikatan yang telah dikokohkan oleh Allah. Ia pun mengakibatkan kerusakan di muka bumi serta menimbulkan permusuhan dan kebencian.
Dusta
Dusta adalah menyelisihi kenyataan atau realita. Dusta bukanlah akhlaq orang yang beriman, bahkan ia melekat pada kepribadian orang munafiq
"Tiga ciri orang munafik, apabila berkata berdusta, apabila berjanji mengingkari dan apabila dipercaya berkhianat (HR Bukhari dan Muslim)

padahal orang munafik balasannya sangat mengerikan "di bawah kerak api neraka" Dusta pun mengantarkan pelakunya kepada kejelekan "Sungguh kedustaan menunjukkan kepada kejelekan dan kejelekan mengantarkan kepada neraka.

Copied From http://www.van.9f.com/lisan.htm

Menggapai Pertolongan Allah

Hampir semua orang pernah mengalami masa-masa sulit seperti roda yang selalu berputar, kadang hidup kita di atas, di waktu lain berpindah ke bawah. Kita sebagai manusia yang serba memiliki kelemahan (Q.S. 4 : 28) akan selalu mengharapkan pertolongan Allah yang Maha Kuasa, khususnya pada saat-saat yang sulit dan kritis.
Allah memberikan pertolongan-Nya kepada kita hanya bila ada upaya dan usaha dari diri kita sendiri. Ia l tidak memberi pertolongan-Nya sebagai sesuatu yang dijatuhkan begitu saja dari langit. Allah berfirman :

Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS. 13:11)

Adapun upaya yang harus kita lakukan untuk mendapat pertolongan Allah diantaranya adalah :

1. Beriman kepada Allah dan beramal shalih, Allah berfirman :
Dan kami selalu berkewajiban menolong orang-orang yang beriman. (QS. 30:47)


2. Ikhlash merupakan kunci penting bagi terbukanya pintu pertolongan Allah dan sesungguhnya pekerjaan tanpa niat yang ikhlash akan menjadi sia-sia. Allah berfirman :
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta'atan kepada-Nya dalam(menjalankan) agama yang lurus,… (QS. 98:5)

3. Menolong dan membela agama Allah, Firman Allah :
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu. (QS. 47:7)
Ayat tersebut menegaskan bahwa pertolongan Allah bersifat aksioma, sebagai konsekuensi dari loyalitas yang tinggi yang dimiliki orang-orang yang beriman., karena syarat dari datangnya pertolongan Allah dalam ayat ini adalah kita diminta untuk terlebih dahulu menolong dan membela agama Allah.

4.Bersungguh-sungguh dengan mengerahkan segenap pengorbanan, tenaga dan waktu kita di jalan Allah. Firman Allah :
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. (QS. 29:69)

Kita harus meyakini bahwa kehidupan di dunia ini merupakan ujian yang Allah berikan kepada kita, selama kita masih hidup, selama itu pula kita diperintahkan untuk terus berusaha dan berjuang sebatas kemampuan manusiawi. Firman Allah:
"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ……". (QS. 2:286)

5.Bersabar dalam menghadapi ujian dari Allah sambil tetap menjaga ketakwaan kita., karena bersabar dalam penderitaan dan kesenangan menjadikan kita selalu dekat kepada Allah. Firman Allah :
"Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu beruntung." (QS. 3:200)

6. Tetap memelihara sikap istiqamah, karena orang yang beristiqamah atau berpegang teguh pada petunjuk Allah akan selalu berada dalam kebenaran di dalam meniti kehidupan ini dan akan dibebaskan oleh Allah dari perasaan resah, takut dan khawatir menghadapi segala ujian dan cobaan hidup, sehingga mereka merasa aman dan tentram tanpa merasa sedih dan was-was. Firman-Nya l :
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan:"Rabb kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. (QS. 46:13)

7. Kemudian berdoalah dengan penuh kepasrahan kepada Allah, Firman-Nya :
Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang mendoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah)-Ku dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran. (QS. 2:186)
Berdoa dengan rasa takut dan suara lirih, merupakan salah satu bentuk kesungguhan dan kepasrahan di hadapan Allah.

8. Setelah itu janganlah kita berputus asa dari rahmat Allah, karena akan menjadikan diri kita berada dalam kesulitan, seperti yang termaktub dalam firman-Nya l:
Katakanlah:"Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah.Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. 39:53)

Setelah sikap-sikap diatas bisa dimiliki, maka nantikanlah pertolongan Allah yang pasti datang . Firman Allah :
Dan cukuplah Rabbmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong. (QS. 25:31)

Hanya saja perlu dicatat, jangan diartikan bahwa pertolongan Allah itu selalu datang dalam bentuk yang sesuai dengan keinginan kita, bisa saja Allah memberi pertolongan dalam bentuk yang tidak kita inginkan, bahkan sebaliknya. Tetapi yakinilah bahwa itu adalah awal dari sesuatu yang baik.

Wallahu A`lam Bishshawab.

Ummu Faqih Rendusara.

Senin, 11 Mei 2009

Ucapan Syukur...

Alhamdulillah...
Akhirnyah Blog Ini Jadi Juga...
Mudah2an Bisa Memberi Manfaat Pada banyak Orang...
Aminn...